3 Kisah Nyata tentang
Kesetiaan
Setia,
mudah dikatakan tapi sering kali susah dilakukan. Setia menepati janji, setia
dalam duka dan susah, setia meski kadang tidak memungkinkan, setia meski bahaya
mengancam, itulah yang dilakukan oleh orang-orang (dan satu hewan) dalam 3kisah
nyata ini. Membaca kisah ini, semoga kita bisa lebih banyak belajar untuk setia
pada apapun yang baik dan benar didalm hidup kita.
“Janji ya, Ma. Jangan pernah
tinggalkan aku.” Itulah kata terakhir yang diucapkan Edwarda O’Bara yang saat
itu berusia 16 tahun. Saat itu, 20 Desember 1969, tepat hari ulang tahun
pernikahan ortunya yang ke 22, Edwarda dilarikan ke rumah sakit karena pneumonia. Siapa yang menyangka, sejak
itulah ia harus koma. Tapi, sang ibu, Kaye tetap menempati janjinya. Meski ia
harus cari uang ke sana kemari, apalagi setelah suaminya (papa eduwarda)
meninggal tahun 1976, meski sebagian orang mendesaknya agar membiarkan Edwarda
meninggal saja (bahkan ada yang menembaki kamar Edwarda untuk membunuhnya!),
tapi ia tetap yakin kalo satu saat putrinya pasti bangun. Ia berdoa buatnya,
bacain buku, dan tentu saja merawatnya dengan penuh kasih sayang. Tak terasa,
Edwarda sudah koma selama 38 tahun. Kaye pun akhirnya meninggal dunia pada
tahun 2008. Edwarda menyusulnya 4 tahun kemudian, tepat 21 November 2012 lalu.
Tapi, kisah kesetiaan ibunya menginspirasi banyak orang, Wayne Dyer menulis
buku “A Promise is a Promise” tentang mereka. Satu kisah yang sangat
mengharukan.
Li Zhengjie dan Du Chanyun
Du Chanyuan adalah seorang guru di
pedalaman pegunungan Tuniu, Tiongkok. Ia adalah satu-satunya guru di kampong
yang dihuni 500 kepala keluarga itu. Pak Du sendiri rajin mengajar meski
gajinya sangat sedikit. Satu kali, pada tahun 1990, ia ikut bekerja betulkan
bangunan sekolah yang sudah rusak. Ia bekerja sangat semangat meski hujan
sekalipun. Tapi siapa sangka setelah itu ia pun ambruk bersama gedung sekolah
tersebut. Ia mengalami lumpuh separuh badan. Tapi, Pak Du lebih binggung karena
bagaimana ia bisa mengajar kalo tubuhnya begitu? Sang istri, Li Zhengjie tau
kegelisahan suaminya. Ia pun berkata jika ia rela menggendong suaminya itu
berangkat ke sekolah. Benar saja, Li gendong sang suami di punggungnya,
termasuk melintasi sungai dan jarak 3 kilometer. Dan itu tidak mudah.
Berkali-kali mereka jatuh, bahkan pernah terpeleset dan hampir terbawa arus
sungai. Hebatnya Pak Du tidak pernah absen mengajar. Sedangkan Bu Li sendiri
masih bolak-balik mengurus 4 anaknya dan sawahnya.
Pernah
satu kali, Pak Du kasian sama istrinya. Maka, ia berniat cerai agar istrinya
tidak lagi menderita mengurus dirinya. Ia sengaja bikin ribut bahkan
mengata-ngatai Bu Li. Mereka pun benar-benar ingin cerai. Seperti biasa, untuk
menuju kantor kelurahan buat ngurus perceraian, Bu Li harus menggendong Pak Du.
Pak lurah dan para tetangga yang telah mengenal merekapun berkata “Belum pernah
aku liat ada istri yang mau cerai tapi mau menggendong suaminya. Kalian pulang
aja.” Perceraian batal!. Kali itu, Bu Li kembali janji bahwa sampai kapan pun
ia mau menggendong sang suami. Keduanya pun baikkan. Hingga kini, dengan
kondisinya, Pak Du berhasil melahirkan murid-murid yang cerdas. Kelulusan di SD
tempat ia mengajar bahkan 100% dan setiap Imlek, para bekas muridnya menjenguk
mereka. Wow, kesetian dobel. Setia dalam merawat suami dan setia dalam dedikasi
mengajar yang luar biasa.
Dorado dan Omar Eduardo Rivera
Omar Eduardo
Rivera adalah sorang ahli computer yang tuna netra. Ke mana-mana ia harus
dibimbing oleh anjingnya yang bernama Dorado. Termasuk pada 11 September 2001
itu, Omar berangkat kerja ke kantornya yang terletak di lantai 71 gedung WTC,
New York, dengan bantuan Dorado. Ketika pesawat pertama yang dibajak teroris
itu menabrak menara utara WTC dan menimbulkan kepanikan luar biasa Omar tau
kalo ia akan sangat kesulitan untuk keluar. Maka, ia pun sengaja melepas
iakatan Dorado agar anjingnya bisa lari keluar. Omar udah pasrah. Ia bisa
mendengar teriakan panic, desak-desakkan, dan panas, ia pikir anjingnya berhak
untuk lari dan meyelamatkan diri. Dorado pun sempat terdesak turun oleh
kerumunan orang. Tapi, tidak berapa lama, Omar merasakan sesuatu di kakinya. Dorado
kembali naik dan menungguinya! Maka, dibimbing Dorado dan seorang rekan
kerjanya. Omar turun tangga dari lantai 70. Sesaat setelah ia berhasil keluar
dari gedung, pesawat kedua menabrak gedung itu yang lalu hancur. Omar mengaku,
ia berhutang nyawa pada anjingnya yang setia itu.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar